Recent Posts

The Truth : An Uncomfortable Book About Relationships




"The guy who wrote The Game and lived The Game searches for love and learns that it's way, way harder. And funnier." - Joel Stein, TIME

Aku sudah beberapa kali membahas buku The Game yang ditulis oleh Neil Strauss dalam blog ini. Dan kali ini, Neil memutuskan menuliskan sequel dari buku kontroversi tersebut yang berjudulkan The Truth. Sedikit aneh memang karena sebenarnya Neil bukan penulis novel, dia adalah seorang jurnalis untuk The Rolling Stone. Buku The Game yang ia tuliskan pun sebenarnya adalah kisah nyata perjalanannya bertemu pick up artist yang mentransformasi seluruh kepribadian dan kehidupannya. Nah buku The Truth ini adalah cerita setelah The Game. Cerita mengenai apa yang terjadi setelah kejadian-kejadian dan hal-hal yang dipelajari dalam The Game. 

Sedikit kilas balik, dalam buku The Game, Neil bertemu dengan seorang pick up artist bernama Mystery. Mystery is a master in seducing women. Neil ditugaskan oleh editornya untuk menuliskan tentang sebuah underground community yang profesinya mempelajari tentang wanita and how to get laid. Singkat cerita, tugasnya tersebut justru membuka mata Neil mengenai pandangannya mengenai wanita. Ia berubah dari seorang nerd yang tidak pede dengan wanita menjadi salah satu expert dalam hal seducing women. Ia menjadi panutan dalam komunitas tersebut dan mendapatkan nick name Style, ia bahkan memiliki kelas sendiri yang mengajarkan para pria untuk mendekati lawan jenisnya. Dan pada saat itu terbitlah The Game. Sebuah buku yang menurutku lebih menyerupai riset seputar wanita, apa yang membuat mereka tertarik dengan lawan jenis, bagaimana cara mereka berpikir, apa yang harus dimiliki dan dilakukan oleh pria untuk bisa menarik perhatian wanita dsb. 

Sepuluh tahun berlalu setelah The Game terbit. Buku tersebut membuat para pick up artist yang sebelumnya terlihat tersembunyi mulai muncul di permukaan. Mulai banyak kelas – kelas yang meengajarkan, membahas, dan mengembangkan teknik – teknik yang terdapat dalam buku tersebut. Dan kemudian, seakan untuk meredam efek dari buku The Game, Neil menuliskan lagi buku The Truth. Apabila The Game menceritakan perjalanan Neil mempelajari tentang wanita maka The Truth menceritakan perjalanannya dalam mempelajari tentang relationship. 

Cerita dimulai ketika Neil, yang pada saat itu merasa bahwa dia sudah menemukan the love of his life, ketahuan selingkuh dengan sahabat pacarnya sendiri. Dalam usaha memperbaiki hubungannya dengan pacarnya, Ingrid, Neil menjalani terapi. Ia masuk ke dalam kelas yang menurutku seperti rehabilitasi untuk orang-orang yang memiliki masalah dalam hal relationship, sex dan marriage. Sebagai seorang jurnalis yang melakukan riset, menulis buku The Game dan hidup di dalamnya, terapi tersebut tidak mudah bagi Neil. Ia berusaha mengikuti seluruh instruksi yang diberikan si terapis dalam kelas tersebut namun segala hal tersebut tidak masuk akal menurutnya. Ada satu bagian yang cukup menarik buatku : 

And that’s the last straw for me. I’m not like Charles. I can’t just blindly obey. It needs to make fucking sense to me. It’s like going to a church to be a better person, but then being told that the only way to do it is by worshipping a god you don’t believe in. Maybe I’ve come to the wrong place to learn how to be intimate and decide if a sexually exclusive relationship is right for me. So far, this program is as effective at teaching monogamy as prisons are at teaching morality. 
“Is the underlying principle of all this the idea that if we have true intimacy in our relationship, we won’t seek outside sex?” I ask Joan. (Joan adalah salah satu terapis Neil) 
“Yes,” she says, with some satisfaction that I appear to be getting it. 
I ask again, just to make sure. I want everyone in the room to hear exactly what she’s saying. Troy’s advice from earlier echoes through my head: I’m not going to let her break me. I’m going to be the voice of sanity. Of reality. 
“If you had true intimacy in your relationships,” she repeats, “you wouldn’t be seeking sex outside your relationships.” 
“I have this thing that’s been going through my head all day. Is it all right if I ask it?” 
“Please.” The word drips with disdain. 
“Is it okay to use the blackboard?” I don’t know any other way to explain it. 
 Her back stiffens. She senses something unpredictable may be about to happen. She shoots me a stern look, trying to melt my resolve as I approach the blackboard. 
My hand starts shaking as I pick up a piece of chalk. I write her words on the board: 
If true intimacy, then no outside sex
“That’s your theory,” I begin. “If you boil it down to the basic idea behind it, what you get is this ...” 
If true X, then no outside Y. 
“And the problem is, this equation just isn’t true.” In school, I never thought I’d actually have to use algebra in real life. I was wrong. “Even if you make both X and Y the exact same variable, it still doesn’t work.” 
I continue writing: 
If true X in the relationship, then no X outside the relationship. 
“Let’s say, for example, that your wife is the best cook in the world. Then according to what you’re saying, you’ll never want to eat anywhere else.” 
Joan remains quiet, watching me, letting me write on her blackboard, rattling me with her lack of reaction. 
If true cooking in the relationship, then no cooking outside the relationship
“But that’s just not true. Sometimes you want to go to a restaurant for a change.” 
“Now let’s go back to your original premise. And let’s make it even stronger.” 
If true intimacy, then no outside intimacy. 
“Even that statement isn’t true. You seek intimacy with your parents, your siblings, and your friends. No matter how you look at it, what you’re telling us doesn’t add up.” 
She says nothing. I press on. 
“Here’s what I’m starting to think,” I press on. “People are under the logical fallacy that when their partner wants sex outside the relationship, it’s harmful to their intimacy together. We are all here because we don’t believe that’s true, but we do believe that lying and deceit harm intimacy. So instead of being retrained to accept a relationship on our partners’ terms, we could just as easily retrain them to accept the relationship on our terms.” 

Meskipun banyak pertentangan, namun terapi tersebut membawa Neil menemukan fakta lain dalam masa lalunya. Setelah melalui kelas terapi, Neil merasa menjadi lebih baik, ia kembali ke kehidupan sehari-harinya bersama Ingrid. Namun hal itu hanya sementara. Neil merasa bahwa ia tidak bisa meredam keinginan dan nafsunya untuk bisa berhubungan juga dengan wanita lain. Oleh karena itu agar ia tidak menyakiti Ingrid lagi, ia pun memutuskan hubungannya dengan pacarnya. Sejak saat itu dimulailah perjalanan Neil untuk mencoba jenis-jenis hubungan yang ada. Dimana hubungan yang diinginkan olehnya adalah ia bisa bebas berhubungan dengan wanita lain meskipun ia juga memiliki pacar. Ia menentang monogami dan merasa bahwa seseorang tidak seharusnya dikekang oleh satu orang wanita saja. I guess commitment is still the general issue for them

Terus terang ketika aku mulai memasuki pertengahan buku, aku merasa seperti sedang membaca buku porno. Bagaimana tidak, demi mencari tahu jenis hubungan apa yang cocok untuknya, Neil mulai berhubungan dengan sekumpulan kelompok yang memiliki pemikiran yang sama dengannya. Ia mulai pergi ke pesta sex, ia memulai rumah haremnya sendiri dimana ia tinggal bersama dengan tiga orang wanita lainnya, ia bahkan berhasil menemukan pacar yang menerima dan mengijinkannya berhubungan dengan wanita lain. Dan saat itulah menjadi titik baliknya. Sage, wanita yang menjadi pacar Neil yang menerima keinginan Neil untuk bisa berhubungan dengan wanita lain juga menginginkan hal yang sama. Ia juga meminta Neil mengijinkannya untuk bisa bebas berhubungan dengan pria lain. Aku tahu kebudayaan barat sangat bebas, tapi aku tidak menyangka sampai sebebas ini. Neil menemukan bahwa dirinya tidak menginginkan sebuah open relationship melainkan half open relationship, dimana ia hanya mau dirinya yang bebas berhubungan dengan wanita lain sementara pacarnya tidak. Yang ia sendiri sadari bahwa hal tersebut mustahil. Rasa cemburu dan paranoid mulai menghantuinya ketika Sage pergi ke luar kota selama beberapa hari dengan pria lain. Rasa takut menghinggapinya, takut bahwa pria lain yang sedang bersama Sage lebih baik darinya dan kemudian Sage akan meninggalkannya dan memilih pria tersebut. Abandonement issue

Neil pada akhirnya mengakhiri perjalanan pencarian jenis relationship yang diinginkannya ketika ia sedang hiking di Machu Pichu. Sebuah perjalanan yang sudah ia rencanakan dengan Ingrid sebelum mereka putus dan pada akhirnya harus ia jalankan bersama temannya. Pada saat hiking dan ketika ia sudah sampai di puncak dengan rasa lelah dan kehabisan nafas kemudian ia berpikir. Apabila ia sedang dalam keadaan hampir mati, siapakah orang yang akan ada di sisinya untuk tetap terus mendukungnya? Ia kemudian membayangkan semua wanita-wanita yang pernah berhubungan dengannya dan itu termasuk Sage, wanita yang ia pacari saat ini. Dan jawabannya hanya satu. Ingrid. Ingrid lah yang akan ada di sampingnya dan terus mendukungnya. Dan serta merta saat itu juga ia merasa menjadi orang paling bodoh sedunia. Dan ia memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Sage untuk berusaha memenangkan hati Ingrid kembali. Ia pulang ke rumah dengan mempersiapkan diri untuk mengakhiri hubungan dengan Sage hanya saja ketika sampai di rumah Sage sudah lebih dulu meninggalkannya untuk kembali bersama kekasih wanitanya. Beberapa hari kemudian Neil menemukan bahwa ia menerima undangan pernikahan dengan tertulis nama De La O. De La O is Ingrid’s last name

Ada saat tertentu ketika Neil mendeskripsikan Sage sebagai seseorang yang sama persis dengannya. 
I try to disentangle her words: She wants me but she doesn’t want me. She needs the security of the relationship but she doesn’t want the responsibility of it. She wants my commitment but she wants her freedom. 
And slowly the truth dawns on me. I’ve gotten what I deserve: someone just like me. 

Ini adalah buku yang mengupas dan membahas seputar relationship dengan sudut pandang yang unik. Aku ingat ketika aku masih bimbingan pranikah aku ditugaskan untuk membaca sebuah buku mengenai persiapan pranikah. Dan setelah membaca beberapa halaman, aku tidak menyukainya. Aku merasa seperti sedang membaca buku pelajaran sekolah dan pada akhirnya buku itu tidak aku selesaikan. The Truth bagiku lebih mengajarkan tentang relationship dengan cara yang lebih bisa aku terima. I mean, come on, bisa punya pacar namun tetap juga bisa bebas berhubungan dengan wanita lain mungkin bisa dibilang adalah mimpi kebanyakan laki-laki. Hidup dikelilingi wanita cantik yang menginginkanmu seperti Hugh Hefner atau si raja instagram Dan Bilzerian dilakukan oleh Neil. Berbeda dengan kedua orang tersebut yang mungkin membuat wanita mengelilinginya karena kekayaannya, Neil tidak memilikinya. Ia hanya memiliki skill yang ia dapat dari perjalanan buku The Gamenya dan bisa membuktikan bahwa ia pun bisa memiliki kehidupan seperti itu. Buku ini menunjukan bahwa kehidupan dengan open relationship tersebut tidak mustahil, namun tentu saja ada harga yang harus dibayar. Ketika Neil tinggal bersama tiga orang wanita bersamaan, ia berimajinasi bahwa ia bisa berhubungan sex dengan siapa saja dan kapan saja dengan ketiga wanita tersebut. Bahkan ia pun berfantasi untuk bisa berhubungan sex langsung secara bersamaan dengan tiga wanita sekaligus. Namun pada kenyataannya ia berakhir dengan tidur di sofa ruang tamu, bukan di kamar salah satu dari ketiga wanita tersebut hanya karena ia tidak mau menyakiti perasaan wanita lainnya dan terjebak dalam drama karena memilih satu wanita untuk diajak tidur bersama malam itu. Ia kewalahan untuk menentukan siapa wanita yang harus dipilih untuk duduk di kursi depan mobil ketika mereka berjalan bersama. Cerita ini menunjukan bahwa sah – sah saja setiap pria memiliki fantasi mereka, namun kenyataan tidak seindah fantasi. Neil mencoba menunjukan hal tersebut dengan menjalaninya sendiri. And The Game is over

Aku memiliki beberapa kutipan – kutipan dan pelajaran – pelajaran menarik dari buku tersebut seperti : 
We subconsciously pick partners who in some way embody the traits we didn’t like about our parents. And then we try to get our unmet childhood needs met by that person in order to resolve the wounds of our childhood. We’re attracted to what we dislike most. Often the very trait we’re most attracted to when dating, we find unacceptable in marriage and want our partner to get rid of. And so what happens is that either the partner doesn’t fulfill that need, and that leads to tension and conflict. Or you get what you need, then don’t know what to do with it because it’s so unfamiliar and overwhelming - so you change the person back into a replica of your parents. 

Relationships move through specific stages. First there’s romance, then commitment, then a power struggle, and finally a power struggle outcome. That outcome can either be a hot marriage (with lots of conflict), a parallel marriage (with two people basically living separate lives under one roof), a divorce (or separation), or conscious destiny. 

And just like I learned while writing The Game that the secret to dating was understanding social dynamics, I’ve been learning from writing my new book, The Truth, that the secret to a relationship is understanding family dynamics and working through those issues together. 

A toxic relationship is two messed-up people getting more messed up together. A healthy relationship is two messed-up people getting unmessed up together. 

You can’t have a relationship with someone hoping they’ll change. You have to be willing to commit to them as they are, with no expectations. And if they happen to choose to change at some point along the way, then that’s just a bonus. 

No one can make you feel anything and you don’t make anyone feel a certain way. So don’t take on responsibility for your partner’s feelings and don’t blame your partner for yours. The most caring thing to do when they’re upset is simply to ask if they want you to listen, to give advice, to give them space, or to give them loving touch. 

A healthy relationship is when two individuated adults decide to have a relationship and that becomes a third entity. They nurture the relationship and the relationship nurtures them. But they’re not overly dependent or independent: They are interdependent, which means that they take care of the majority of their needs and wants on their own, but when they can’t, they’re not afraid to ask their partner for help. Only when our love for someone exceeds our need for them do we have a shot at a genuine relationship together.

Most people seem to believe that if a relationship doesn’t last until death, it’s a failure. But the only relationship that’s truly a failure is one that lasts longer than it should. The success of a relationship should be measured by its depth, not by its length.

A life is just one letter away from a lie. 

We all have six core needs: emotional, social, intellectual, physical, sexual, and spiritual. And if they’re being attended to and enhanced, then you’re doing the right thing.

It turns out that relationships don’t require sacrifices. They just require growing up—and the ability to stop clinging to immature needs that are so tenacious, they keep the mature needs from getting met. 



The Truth : An Uncomfortable Book About Relationships The Truth : An Uncomfortable Book About Relationships Reviewed by Steven on December 15, 2015 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.