Recent Posts

House Of Cards : When Goodwill Only Is Not Enough, You Also Need Power




"Democracy is so overrated.” ~ Frank Underwood 

Sesungguhnya ketika aku sedang nonton film, aku tidak terlalu bisa membedakan mana acting yang bagus dan mana akting yang jelek. Rasanya hampir tidak ada perbedaan karena kalau sang sutradara menganggap acting seorang artis itu kurang pasti akan diulang terus sampai sesuai keinginan si sutradara. Namun ketika aku melihat acting Kevin Spacey sebagai Frank Underwood di acara ini, OMG aku sampai merinding melihatnya karena aku yang orang awam dalam dunia acting saja bisa mengagumi penjiwaan peran yang dilakukan oleh Kevin Spacey di sini. Brilliant mungkin adalah satu kata yang bisa mencerminkan bagaimana Spacey mendalami perannya di sini. 

Dengan situasi politik di negaraku sendiri yang sedang bergejolak, sangat cocok sekali membahas acara ini yang kebetulan banget aku baru marathon nonton dari season 1 sampai 4. Aku tahu acara ini sangat bagus dan berbagai rating memberikan nilai yang sangat tinggi dan memenangkan cukup banyak penghargaan. Namun aku baru tertarik menontonnya belakangan ini karena aku merasa sedang kekurangan film yang bermutu. Akan ada banyak spoiler di sini, jadi bagi anda yang berniat nonton aku sarankan tidak membaca lebih lanjut. 

Warning!! Spoiler ahead. 

Pada dasarnya film ini bertemakan politik dan ber-setting di Gedung Putih, Washington. Frank Underwood adalah seorang Whip di Gedung Putih (gak tau itu posisi apaan, disini dijelasinnya kayak seseorang yang berusaha memenangkan vote ketika sebuah masalah dibawa ke Congress). Dia baru saja memenangkan Presiden dari kubu Demokrat, Garret Walker. Tanpa disangka Walker mengingkari janjinya kepada Frank yang tadinya sudah dijanjikan posisi Secretary of State (kayak menteri dalam negeri kalau gak salah) dan tetap meminta Frank berada di posisinya sekarang. Frank yang haus akan kekuasaan kecewa berat mendengar keputusan tersebut dan sejak saat itu dia memutuskan untuk membalas dendam kepada orang-orang yang terlibat dalam keputusan tersebut. Bersama istrinya, Claire Underwood, yang juga sama haus kekuasaan dengan Frank, mereka membuat scheme perlahan-lahan untuk merintis jalan menuju puncak kekuasaan. 

Frank memulai langkahnya dengan memanfaatkan seorang reporter yang ambisius bernama Zoe Barnes untuk menghasut pendapat publik demi menyingkirkan rivalnya dengan membocorkan beberapa informasi rahasia. Lalu kemudian ia memanipulasi salah seorang anggota Congress yang alcoholic bernama Peter Russo untuk meruntuhkan reputasi Secretary of State pilihan Presiden. Posisi yang seharusnya menjadi miliknya. Setelah berhasil meyakinkan public dan Presiden bahwa Secretary of Statenya tidak becus, Frank kemudian meyakinkan Presiden untuk menggantinya dengan orang pilihannya sendiri, Senator Catharine Durant. Frank juga memanfaatkan Peter Russo dalam beberapa hal untuk meningkatkan imagenya di mata Presiden. 

Karena Wakil Presiden terpilih adalah mantan Gubernur Pennsylvania, maka kota tersebut akan mengadakan pilkada khusus untuk memilih Gubernur baru mereka. Frank kemudian membantu Peter Russo mengatasi masalah ketergantungan alkoholnya dan mendukungnya untuk maju sebagai cagub kota tersebut. Hanya saja sesaat menjelang pemilu, Frank memanfaatkan seorang call girl untuk merayu Peter dan membuatnya kembali mabuk alcohol lagi. Tingkat elektabilitas Peter hancur dan ia mulai pesimis dan kembali mabuk-mabukan. Demi meningkatkan lagi elektabilitasnya, Peter berniat membocorkan semua yang sudah ia lakukan untuk Frank, hanya saja ia harus mati dibunuh oleh Frank sendiri dengan membuatnya seolah-olah ia tertidur di dalam mobil menyala dan keracunan karbon dioksida sehingga rahasia Frank aman. 

Kematian salah satu cagub membuat pilkada menjadi kacau balau. Frank kemudian memanfaatkan momen ini dengan menghasut Wakil Presiden untuk kembali menjadi Gubernur saja karena faktanya meskipun sebagai Wakil Presiden ia sangat tidak dihargai oleh Presiden dan beberapa anggota Congress itu sendiri. Pada akhirnya Wakil Presiden tersebut bersedia mengundurkan diri dan membuat posisi tersebut lowong, sesuai rencana Frank sejak awal. 

Dan sesuai rencananya, Presiden menunjuknya sebagai Wakil Presiden yang baru. Dengan masuknya Frank ke dalam lingkaran kepresidenan membuat ia mengetahui bahwa ada seorang pebisnis yang berteman sangat dekat dengan Presiden bernama Raymond Tusk. Ia juga kemudian mengetahui bahwa Raymond ini memiliki pengaruh yang besar terhadap berbagai keputusan Presiden, salah satunya adalah keputusan untuk tidak menjadikan Frank sebagai Secretary of State. Frank kemudian menjalankan lagi strategi barunya. Ia berusaha memisahkan Raymond dari Presiden dan kemudian mengadu domba mereka berdua. Melalui perjalanan yang panjang dan kelicikan Frank dan memanfaatkan hubungan istrinya dengan istri Presiden, ia berhasil membuat Department Of Justice (mungkin kayak Komisi Yudisial) membuka penyelidikan terhadap Presiden. Di saat yang bersamaan, Raymond juga diselidiki dan terancam hukuman penjara atas keterlibatannya dengan China sehubungan dengan pencucian uang. Pada akhirnya Raymond mengakui bahwa Presiden mengetahui pencucian uangnya dengan China. Hal ini menjadi alasan yang sangat kuat bagi House Judiciary Committee melakukan pemakzulan terhadap Presiden. Pada akhirnya Presiden yang menyadari waktunya sudah habis memutuskan untuk resign daripada dimakzulkan. Dan hal ini membuat Frank naik jabatan menjadi President Of United States. 

Sampai akhir jabatannya, Presiden Garret Walker ini pun tidak mengetahui bahwa Frank yang sedang memainkan benang di belakang layar. Ia masih percaya penuh kepada Frank yang ia anggap sebagai temannya. Film ini menunjukan gambaran kasar mengenai apa itu politik. Aku sendiri sebenarnya sempat bertanya, kenapa sih Frank sangat ingin mendapatkan kekuasaan tertinggi? Apa yang ia ingin lakukan dengan kekuasaan tersebut? Jawabannya adalah bahwa ia merasa ia bisa melakukan sesuatu yang lebih baik untuk rakyat Amerika, meskipun dengan menghalalkan segala cara. 

Setelah ia dilantik sebagai Presiden, hal pertama yang ia lakukan adalah membuat program America Works (AmWorks) dimana ia menyediakan ribuan pekerjaan di kota Washington. Setiap orang yang belum memiliki pekerjaan dan mendaftar pada program ini dijamin 100% akan langsung dapat pekerjaan. Tentu saja pendanaan disediakan oleh pemerintah untuk perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan orang-orang ini. Dalam perjalanan untuk mengesahkan program ini, tentu Frank mendapat hambatan seperti pendanaan yang tidak disetujui oleh Congress (mengingatkan kita pada Ahok setiap kali mau bahas APBD), keraguan akan program ini, lawan politiknya yang khawatir apabila program ini berhasil akan menaikan nama Frank di pemilihan presiden berikutnya, dll. Tapi tentu saja Frank sekali lagi membuktikan bahwa ‘you either with me or you against me’. Dia melobi orang-orang yang bisa dilobi, menekan orang-orang yang menentang rencananya, memanfaatkan orang-orang yang sudah diberikannya jabatan, dsb. Sampai akhirnya ia berhasil meloloskan program ini, dan merubah pandangan skeptis masyarakat Amerika terhadap program tersebut. Acara TV yang tadinya mengolok-olok program ini kemudian berbalik menjadi mendukungnya karena kualitas pelayanan publik yang meningkat dan memberikan hasil yang signifikan. 

Dengan situasi politik yang terjadi di Indonesia baru-baru ini, aku bisa memahami kekecewaan banyak orang. Kemudian aku juga melihat kekecewaan itu berimbas dengan rencana untuk menyekolahkan anaknya ke luar negeri atau pindah ke luar negeri. Beberapa lagi juga ada yang menyuarakan untuk bertahan dan berjuang untuk membuat perubahan. Dan yah sebagai seseorang yang pernah berada di posisi keduanya, aku bisa memahaminya. Sewaktu SMA aku sempat berencana ingin kuliah ke luar negeri dan mencoba peruntungan di sana karena aku melihat kehidupan dunia di luar Indonesia terlihat begitu sejahtera. Well sebagai seseorang yang tumbuh besar di daerah kecil yang mall saja gak ada, aku rasa saat itu wajar memiliki keinginan untuk melihat dunia luar dan belajar darinya. Namun karena satu dan lain hal rencana itu gagal. Semasa kuliah aku bisa dibilang sudah melupakan rencana itu dan berniat untuk berjuang dan mensyukuri kehidupan yang aku jalani saat itu. Aku rasa salah satunya adalah karena aku bertemu dengan banyak orang dari berbagai daerah membuat duniaku menjadi luas dan aku menikmatinya, aku melihat bahwa masih ada banyak hal yang bisa dilakukan di sini. Aku kemudian ikut terlibat dalam organisasi kemahasiswaan yang mengajarkan aku banyak hal seperti teamwork, profesionalisme, kritis dan tidak mudah menyerah. Aku belajar memiliki mental yang lebih baik, bahwa ketika seseorang memberikanmu tekanan, tugasmu adalah membuktikan kepada orang tersebut bahwa orang itu salah. Pada dasarnya aku juga belajar bahwa ketika kau tidak menyukai sesuatu, maka perbaikilah, jangan melarikan diri. Berhenti dan keluar dari organisasi ketika kau tertekan memang jalan yang mudah tapi bukan terbaik. 

Ketika aku mulai masuk dalam dunia kerja, aku seakan-akan dihempaskan kembali ke bumi. Di situlah kehidupan yang sebenarnya dimulai. Perlahan-lahan aku mulai belajar bahwa niat baik saja tidak cukup dan ketika kau berusaha melakukan perubahan, terkadang kau harus melakukan hal yang tidak kau sukai. I was being naive. Contoh klasik adalah apa yang akan kau lakukan ketika bos mu memintamu melakukan sesuatu yang menurutmu tidak benar? Seandainya kau tidak setuju dengan beberapa kebijakan perusahaan tempatmu bekerja, apa yang kau lakukan? Keluar dan pindah atau berusaha berjuang perlahan-lahan untuk mengubah perusahaan tempatmu bekerja? Berdasarkan pengalamanku dan juga dari cerita teman-temanku, aku mendapati bahwa kau bisa saja merubah kebijakan perusahaanmu kalau kau berada di jajaran manajemen. Tapi untuk mencapai ke sana, kerja keras saja tidak cukup. Karena dulu aku selalu mendapat impresi bahwa kita fokus bekerja sebaik-baiknya saja maka jabatan dan hal lainnya akan mengikuti. Percaya deh jika kita masih punya pemikiran seperti itu, maka aku akan bilang bahwa kau sangat naif. Pada prakteknya, dunia tidak seindah teori. Kau mungkin harus melakukan hal yang tidak kau sukai, hal yang sangat bertentangan dengan pribadimu sendiri, that’s what we call office politics. Faktanya dalam setiap kehidupan berorganisasi pasti ada unsur politik. Hell dalam organisasi kemahasiswaanku pun ada meskipun hanya sebagian kecil. Seperti Frank di film tersebut, kau tidak tahu siapa yang akan menusukmu dari belakang, kau tidak tahu kapan kau harus menusuk seseorang, siapa yang akan membelamu, siapa yang bisa kau percaya, dsb. And if you play it well, power will be within your grasp and then you can start to make changes, just like Frank. When you want to make a difference, words alone are not enough, you also need power. Dan untuk mendapatkan power itu, terkadang ada hal yang harus dikorbankan (like maybe your soul). Lalu kau akan mulai mempertanyakan dirimu sendiri, how far are you willing to go? Is this the one that you want to do for the rest of your life? Lalu jika kau saja tidak bisa membuat perubahan di tempatmu bekerja, apalagi membuat perubahan untuk negaramu. Karena aku yakin jika kau terlibat dalam partai politik pemerintahan, apa yang akan kau hadapi kurang lebih akan sama atau bahkan lebih parah. 

"In politics, it’s either we eat the baby, or we are the baby.” ~ Frank Underwood 

Dalam kasus Ahok baru-baru ini kita bisa melihatnya sendiri. Dia memiliki niat yang luar biasa baik, dia membantu banyak orang dan dia memiliki posisi yang cukup tinggi. Dia mempercayai hukum negara ini. Kesalahan terbesar dia adalah bahwa dia bukan politikus yang baik. Menurutku dia tahu apa yang harus dia lakukan ketika banyak mendemonya sebelum ia dijadikan tersangka. Mungkin dia bisa cari siapa dalang dibalik demo tersebut, menekannya, mengintimidasinya atau bahkan mungkin menjanjikannya sesuatu untuk menghentikan aksi demo tersebut. Tapi kalau itu dilakukannya maka itu akan menjadikannya sama saja dengan politikus lainnya dan hati nurani dia menentangnya karena ia ingin menciptakan sistem yang bersih dan berbeda dari para pendahulunya, dan ia akhirnya memutuskan percaya kepada sistem yang ada. Ini yang aku bilang bahwa punya niat baik saja tidak cukup, kau harus punya power. Dia membiarkan orang mendemonya sampai berjilid-jilid berharap masyarakat Jakarta tahu mana yang benar, membiarkan dirinya menjadi tersangka dan menghadapi pengadilan dengan harapan semua akan terbuka saat di pengadilan dan keadilan akan ditegakan. Harus kuakui, dia agak sedikit naif. Dengan ini semua lawan politiknya semakin percaya diri, dan perlahan-lahan power Ahok semakin berkurang. Dan akhirnya ia kalah di Pilkada dan hakim menjatuhkan vonis 2 tahun penjara. 

Sekarang mulai muncul gerakan 1000 lilin dari berbagai masyarakat dan daerah. Aku sangat mendukung gerakan tersebut dan kalau bisa aku ingin ikut di dalamnya. Tapi kita juga harus bersiap-siap jika aksi tersebut tidak menghasilkan apa-apa karena faktanya adalah kita tidak punya power. Semoga saja aku salah. 

Aku tidak bermaksud mengecilkan usaha para orang-orang yang berusaha ingin membuat perubahan. Aku mendukungnya 100% dan berharap bisa belajar dari orang-orang seperti itu. Namun aku hanya mencoba mengingatkan bahwa jangan terlalu naif dan berharap hanya karena kita melakukan hal yang baik maka hasilnya akan kelihatan dan baik. Hidup ini tidak seperti film di mana yang baik selalu mengalahkan yang jahat. Akan ada orang-orang yang tidak setuju denganmu dan berusaha menyerangmu dan menjatuhkanmu. Pertanyaannya adalah apakah kau siap menyerang balik? Dan aku harap dari kasus Ahok ini kita bisa belajar banyak hal. 

“You see, the world will not change through naïve talks.” ~ Lelouch vi Britania 

Ada satu kutipan dari film yang berjudul Suits yang sangat aku suka. 
“When someone pointing a gun at you, you don’t give up and let them shoot you. You point a bigger gun at him, or you take his gun, or you strap a bomb to yourself, or any other things.” Dan menurut pendapatku dalam kasus Ahok ini, ketika dia berhadapan dengan orang-orang yang menodongkan pistol ke arahnya, dia tidak melakukan apa-apa dan menunggu polisi datang menyelamatkannya. Simply because he doesn’t want to kill, and therefore he is killed. 

"You can’t change the world without getting your hands dirty.” ~ Lelouch vi Britania


House Of Cards : When Goodwill Only Is Not Enough, You Also Need Power House Of Cards : When Goodwill Only Is Not Enough, You Also Need Power Reviewed by Steven on May 14, 2017 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.